Suku Baduy
Suku “Baduy” atau kanekes adalah salah satu suku yang
ada di Indonesia. Suku baduy merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada
kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang
agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah
(nomaden). Suku Baduy berasal dari daerah di wilayah Kecamatan Leuwidamar
Kabupaten Lebak umumnya sewilayah Banten maka suku Baduy berasal dari 3 tempat
sehingga baik dari cara berpakaian, penampilan serta sifatnyapun sangat
berbeda Sebutan bagi suku Baduy terdiri dari:
- Suku Baduy Dalam yang artinya suku Baduy yang berdomisili di Tiga Tangtu (Kepuunan) yakni Cibeo, Cikeusik dan Cikertawana.
- Suku Baduy Panamping artinya suku Baduy yang bedomisili di luar Tangtu yang menempati di 27 kampung di desa Kanekes yang masih terikatoleh Hukum adat dibawah pimpinan Puuun (kepala adat).
- Suku Baduy Muslim yaitu suku Baduy yang telah dimukimkan dan telah mengikuti ajaran agama Islam dan prilakunya telah mulai mengikuti masyarakat luar serta sudah tidak mengikuti Hukum adat.
Sebagian peraturan yang dianut oleh suku Kanekes Dalam antara lain:
- Tidak diperkenankan menggunakan kendaraan untuk sarana transportasi
- Tidak diperkenankan menggunakan alas kaki
- Pintu rumah harus menghadap ke utara/selatan (kecuali rumah sang Pu'un atau ketua adat)
- Larangan menggunakan alat elektronik (teknologi)
- Menggunakan kain berwarna hitam/putih sebagai pakaian yang ditenun dan dijahit sendiri serta tidak diperbolehkan menggunakan pakaian modern. Kelompok masyarakat kedua yang disebut panamping adalah mereka yang dikenal sebagai Kanekes Luar (Baduy Luar), yang tinggal di berbagai kampung yang tersebar mengelilingi wilayah Kanekes Dalam, seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya. Masyarakat Kanekes Luar berciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam.
- Mereka telah melanggar adat masyarakat Kanekes Dalam.
- Berkeinginan untuk keluar dari Kanekes Dalam
- Menikah dengan anggota Kanekes Luar
- Mereka telah mengenal teknologi, seperti peralatan elektronik.
- Proses pembangunan rumah penduduk Kanekes Luar telah menggunakan alat-alat bantu, seperti gergaji, palu, paku, dll, yang sebelumnya dilarang oleh adat Kanekes Dalam.
- Menggunakan pakaian adat dengan warna hitam atau biru tua (untuk laki-laki), yang menandakan bahwa mereka tidak suci. Kadang menggunakan pakaian modern seperti kaos oblong dan celana jeans.
- Menggunakan peralatan rumah tangga modern, seperti kasur, bantal, piring & gelas kaca & plastik.
- Mereka tinggal di luar wilayah Kanekes Dalam.
- Sebagian di antara mereka telah terpengaruh dan berpindah agama menjadi seorang muslim dalam jumlah cukup signifikan.
Kepercayaan masyarakat Kanekes
yang disebut sebagai Sunda Wiwitan berakar pada pemujaan kepada
arwah nenek moyang (animisme) yang pada perkembangan selanjutnya juga dipengaruhi
oleh agama Buddha,
Hindu.
Inti kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan adanya pikukuh atau ketentuan adat
mutlak yang dianut dalam kehidupan sehari-hari orang Kanekes (Garna, 1993). Isi
terpenting dari 'pikukuh' (kepatuhan) Kanekes tersebut adalah konsep
"tanpa perubahan apa pun", atau perubahan sesedikit mungkin:
Lojor heunteu beunang dipotong, pèndèk heunteu
beunang disambung.
(Panjang tidak bisa/tidak boleh dipotong, pendek
tidak bisa/tidak boleh disambung)
Pendapat saya :
“Suku
Baduy adalah salah satu bagian dari warisan nenek moyang dan salah satu aset
penting negara yang perlu dilestarikan. Keunikan dari suku baduylah yang menjadi
nilai yang harus dijaga. Dilihat dari kebiasaannya suku baduy mengajarkan kita
untuk belajar menghargai apa yang telah Tuhan berikan dengan tidak merusaknya,
berprilaku sederhana pun menjadi ciri khas mereka. Maka dari itu kita seharus
nya banyak-banyak belajar dari suku baduy.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar